بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ؛
Sosialisme Islam adalah istilah yang diciptakan oleh berbagai pemimpin Muslim untuk menjelaskan bentuk sosialisme yang lebih spiritual. Sosialis Muslim percaya bahwa ajaran Qur'an dan Nabi ALLAH Muhammad—khususnya zakat—sesuai dengan prinsip kesetaraan ekonomi dan sosial. Mereka mengambil inspirasi dari negara kesejahteraan Madinah awal yang didirikan oleh Nabi Muhammad. Sosialis Muslim menemukan akarnya dalam anti-imperialisme. Pemimpin sosialis Muslim percaya pada penurunan legitimasi berasal dari publik.
"Piagam Madinah"
Fakta keberhasilan politik Islam telah dicontohkan oleh masyarakat Madinah pada masa Rasulullah dan sahabat. Secara politis, muslim dan pemeluk agama lainnya hidup mandiri, berdaya, teratur dan egaliter sebagai warga negara.
Untuk mewujudkannya kembali ilmuwan politik Islam seperti Ibnu Aby Rabi, Al-Mawardi dan Al-Ghazali memaparkan pentingnya rasa aman, keadilan, dan supremasi hukum.
Mc. Donald menyebut Madinah sebagai negara Islam pertama yang memiliki dasar-dasar politik dan perundang-undangan. Muhammad SAW sebagai kepala negara kala itu telah menetapkan dasar-dasar dan sendi-sendi pemerintahan, dan berhasil menyatukan semua golongan (Ridha, 2003).
Resep rahasianya adalah implementasi spiritualisme Islam ke seluruh sendi kehidupan, termasuk politik.
Sejarah mencacat, di zaman Rasulullah telah dihasilkan konstitusi yang berkeadilan dan demokratis, yaitu Piagam Madinah. Pakar Barat seperti Julius Wilhausen, Leon Caetani, Hubert Grime, Montgomery Watt dan lainnya mengakuinya sebagai konstitusi pertama di dunia dan paling lengkap sepanjang sejarah manusia.
Hidayat (1995, dalam Soelhi, 2003) merangkum temuan penting dari Piagam Madinah. Pertama, piagam ini mampu menghapus tribalisme (kesukuan) menuju pembangunan negara baru.
Kedua, Piagam Madinah dinamis seiring dengan kondisi kebutuhan kekinian dan mengakomodasi seluruh elemen agama. Ketiga, semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hak dan kewajiban serta wajib melindungi yang lemah.
Dalam kebijakan ekonomi misalnya, bagi Muslim wajib membayar zakat, sedangkan non-muslim berupa jizyah dan kharaj. Negara mengakui, melindungi dan menjamin kebebasan warga menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
Keempat, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum dalam prinsip kebenaran dan keadilan. Kelima, hukum adat/tradisi dengan berpedoman pada keadilan dan kebenaran tetap dilakukan.
Keenam, negara menganut asas pacta sun servanda (perjanjian harus dihormati) selama perjanjian ini berlaku. Ketujuh, semua warga negara mempunyai kewajiban yang sama terhadap Negara.
Kedelapan, perdamaian adalah tujuan utama, tapi pencapaiannya tidak boleh mengorbankan kebenaran dan keadilan. Kesembilan, sistem pemerintahan adalah desentralisasi. Namun, pemerintah pusat adalah pemutus terakhir jika daerah buntu.
Piagam Madinah mengajarkan pelaksanaan politik pemerintahan yang tidak kaku. Efek positifnya terasa dengan dijunjungnya etika, moralitas, ikatan kepercayaan, dan rasa kasih sayang.
Piagam Madinah juga mampu melindungi dan mengatur perikehidupan bernegara yang multi-etnis dan berbeda-beda agama. Hal ini menjadi bukti telah terjalankannya iklim demokrastis dan keadilan
'Sejarah'
Abu Dzar Al-Ghifari, Sahabat Nabi Muhammad, diakui oleh sebagian ulama, seperti Muhammad Sharqawi dan Sami Ayad Hanna, sebagai penggagas awal sosialisme Islam.Dia tidak setuju dengan akumulasi kekayaan oleh kelas penguasa selama masa kekhalifahan Utsman bin Affan dan menuntut adanya redistribusi kekayaan secara merata. Khalifah pertama Abu Bakar mengenalkan penjaminan standar minimum pendapatan, memberikan setiap laki-laki, wanita dan anak-anak sepuluh dirham setiap tahun; yang kemudian ditambah menjadi dua puluh dirham.
Eksperimen komune Islam pertama didirikan selama Revolusi Rusia 1917 sebagai bagian dari Gerakan Wäisi, sekelompok pendukung awal pemerintahan Soviet. Komite Sosialis Muslim Kazan juga aktif pada masa ini.
Pada era modern, sosialisme Islam dapat dibagi menjadi dua bentuk, sayap kiri dan sayap kanan. Sayap kiri (Siad Barre, Haji Misbach, Ali Syariati, Yasser Arafat dan Jalal Al-e Ahmad) mendukung internasionalisme proletarian sekuler dan mendorong Muslim untuk bergabung atau berkolaborasi dengan sosialis internasional atau gerakan Marxis. Sosialis sayap kanan (Muhammad Iqbal, Agus Salim, Jamal-al-Din Afghani, Musa al-Sadr, dan Mahmud Shaltut) secara ideologi lebih dekat ke posisi ketiga, tidak hanya mendukung keadilan sosial, masyarakat egalitarian dan persamaan universal, tapi juga revivalisme Islam dan implementasi Syariah. Mereka juga menolak penggunaan perjuangan kelas dan tetap menjaga jarak dengan gerakan sosialis lainnya.
Aktivitas revolusioner di sepanjang perbatasan selatan Uni Soviet, disadari oleh pembuat kebijakan Uni Soviet akan menarik perhatian kekuatan kapitalis dan mengundang mereka untuk mengintervensi. Pemahaman ini yang mendesak perwakilan Rusia di Kongres Baku pada September 1920 untuk menolak argumen dari komunis nasional sebagai tidak praktis dan kontra-produktif terhadap revolusi secara umum, tanpa memikirkan ketakutan mereka atas keamanan Rusia berada dalam keseimbangan tersebut. Pemahaman ini, ditambah dengan ketidaksenangan Bolsheviks Rusia atas pengajuan pusat revolusi lain dalam domain revolusionernya, telah membangkitkan aksinya melawan komunis nasional.
Muhammed Nakhshab diakui sebagai penyintesis pertama antara Syi'ah dan sosialisme Eropa. Pergerakan Nakhshab didasarkan atas ajaran bahwa Islam dan sosialisme tidak bertentangan, karena keduanya berusaha untuk mencapai kesetaraan dan keadilan sosial. Teorinya telah diungkapkan dalam tesis sarjana hukum etika. Pada 1943, Nakhshab mendirikan Gerakan Sosialis Penyembah Tuhan (Movement of God-Worshipping Socialists), satu dari enam organisasi anggota awal Front Nasional. Organisasi ini didirikan melalui penggabungan dua kelompok, lingkaran Nakhshab di siswa sekolah menengah di Dar al-Fanoun dan lingkaran Jalaeddin Ashtiyani yang berkisar 25 siswa Fakultas Teknik Universitas Teheran. Organisasi ini semula dikenal sebagai Liga Muslim Patriotik. Mereka mengkombinasikan sentimen religius, nasionalisme dan pemikiran sosialis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar